dailybalikpapan.com – JAKARTA – Laporan terbaru dari Bloomberg pada hari terakhir pekan (11/4) mengungkap realitas yang dimaksud mengejutkan: banyak taipan Indonesia diketahui memindahkan dananya secara besar-besaran ke luar negeri. Fenomena ini memunculkan keprihatinan mendalam, teristimewa dalam berada dalam situasi dunia usaha nasional yang tersebut sedang diuji.
Wakil Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis, juga Wisata Pimpinan Pusat (MEBP PP) Muhammadiyah, Mukhaer Pakkanna, menyatakan keprihatinannya terhadap fenomena tersebut. Ia menilai para taipan seperti tidaklah miliki tanggung jawab moral terhadap negeri yang digunakan selama ini memberi merekan berbagai kemudahan lalu keuntungan bisnis.
“Para taipan itu seperti vampir yang tersebut menghisap darah rakyat. Ketika ekonomi di tekanan, mereka justru berbondong-bondong kabur, memindahkan aset ke luar negeri dengan dalih rasionalitas pasar,” ujar Mukhaer pada keterangannya, Hari Sabtu (12/4).
Mukhaer menyoroti bagaimana para konglomerat yang dimaksud mengembangkan narasi ketidakpastian politik, ketidakdisiplinan fiskal, lalu ketakutan irasional untuk membenarkan pelarian modal ( capital outflow ) ke luar negeri. Bahkan, beberapa dalam antaranya diketahui menjabat pada sikap strategis urusan politik sekaligus menguasai perusahaan di negeri.
“Mereka menggunakan perusahaan cangkang untuk membeli properti di area luar negeri, teristimewa pada Dubai kemudian Abu Dhabi, yang mana menjadi tempat favorit para pelarian modal,” jelas Mukhaer.
“Ini tidak cuma masalah ekonomi, tapi juga menyangkut etika kebangsaan.”
Ia menilai bahwa selama ini para taipan berbagai menikmati privilege dari negara: mulai dari akses eksploitasi sumber daya alam seperti batubara, migas, nikel, hingga sawit serta sektor keuangan. Namun, ketika negeri menghadapi tantangan, mereka justru lari serta menambah tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Lebih jauh, Mukhaer mempertanyakan, komitmen para pebisnis elite terhadap nasionalisme ekonomi. Ia khawatir nasionalisme hanya sekali menjadi jargon kosong tanpa komitmen nyata di tindakan kegiatan ekonomi yang tersebut adil lalu berpihak pada rakyat.
“Apakah kita sedang menyaksikan dwifungsi oligarki? Atau ini belaka persoalan para taipan tak lagi mendapat ‘kue’ dari rezim baru?” kritik Mukhaer.